MAKALAH
“SUNSET POLICY INDONESIA”
DI SUSUN OLEH :
Nama : Shinta Hakiki
Kelas : XI Akuntansi I
SMK NEGERI KEBASEN
TAHUN AJARAN 2012/2013
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Penerapan sunset policy
di Indonesia sebagai suatu bentuk pengampunan pajak merupakan pengalaman yang benar-benar baru bagi dunia perpajakan
di Indonesia. Penerapan kebijakan pengampunan pajak umumnya ditempuh sebagai
langkah terakhir untuk meningkatkan penerimaan pajak karena apabila tidak
dipersiapkan dan dikelola dengan baik dalam pelaksanaannya, kebijakan
pengampunan pajak malah dapat menjadi kontraproduktif dengan turunnya tingkat
kepatuhan pajak. Menilik potensi manfaat dan kendala yang ada dalam kebijakan pengampunan pajak, penelitian ini berupaya
untuk mengeksplorasi faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pemilihan
bentuk kebijakan dan penerapan sunset policy sebagai salah satu bentuk
pengampunan pajak di Indonesia. penerapan sunset policy di Indonesia
dilatarbelakangi oleh upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak sejalan dengan
meningkatnya tuntutan target penerimaan pajak, sekaligus sebagai upaya
mengakomodasi aspirasi dunia usaha yang menginginkan adanya pengampunan pajak.
Manfaat terbesar yang diharapkan dari sunset policy ini adalah meningkatnya
penerimaan pajak dan kesetaraan antara Wajib Pajak dengan Aparat Pajak,
sementara kendala yang dihadapi terutama adalah masalah kepastian hukum,
kerangka waktu sosialisasi yang minim dibarengi dengan kurangnya kapasitas
kuantitas dan kualitas penguasaan materi aparat pajak mengenai sunset policy,
kesiapan sistem, serta pengenaan tarif umum yang masih cukup tinggi.
Pengalaman penerapan
pengampunan pajak di Amerika Serikat menunjukkan bahwa keberhasilan pengampunan
pajak sangat ditentukan oleh kapasitas penegakan hukum sebagai upaya utama
sementara pengampunan pajak hanyalah bersifat kuratif dan komplementer.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, penelitian ini secara umum
merekomendasikan pengutamaan penegakan hukum dalam meningkatkan kepatuhan pajak
serta perbaikan kondisi struktural perekonomian agar tujuan meningkatkan
penerimaan negara dapat berjalan lebih berkelanjutan. Secara khusus, penelitian
ini merekomendasikan pelaksanaan sosialisasi sunset
B.
RUMUSAN MASALAH
Pembayaran pajak
dari wajib pajak
yang telah terdaftar.
Ekstensifikasi adalah upaya penambahan jumlah wajib pajak terdaftar. “Sunset
Policy”merupakan upaya dari DJP
untuk memberikan insentif berupa penghapusan sanksi pajak
dengan jaminantidak akan diperiksa,
agar masyarakat yang belum terdaftar sebagai wajib pajak bersedia
mendaftarkan diri dan membayar kewajiban
pajaknya atas tahun
pajak yang telah
lampau. Sedangkan bagi wajib
pajak yang telah
terdaftar diharapkan memanfaatkan sunset policy yang ada .
Tujuan akhir dari kebijakan “Sunset Policy
tentu agar mampu melaksanakan visi dan
misi DJP. Visi
DJP adalah menjadi
institusi pemerintah yang menyelenggaraka
sistem administrasi perpajakan modern yang
efektif, efisien dan dipercaya masyarakat dengan integritas
dan profesionalisme yang tinggi.
Misi DJP adalah menghimpun penerimaan dalam negeri dari sektor pajak yang mampu menunjang
kemandirian pembiayaan pemerintah
berdasar undang undang
perpajakan dengan tingkat efektivitas dan efisiensi yang tinggi.
C.
IDENTIFIKASI MASALAH
1.
Pengertian
Sunset Policy.
2.
Kelebihan Adanya
Sunset Policy.
3.
Kekurangan
Adanya Sunset Policy.
4.
Keuntungan
Memanfaatkan Sunset Policy.
5.
Latar Belakang
adanya Sunset Policy.
6.
Pemanfaatan
Sunset Policy.
7.
Usaha Pemerintah
Menangani Penyelewengan tentang Sunset Policy
8.
Sistem Pemungutan
yang Sesuai diadakan di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Sunset Policy
Sunset Policy adalah kebijakan pemberian
fasilitas perpajakan, yang berlaku hanya pada tahun 2008, dalam bentuk penghapusan sanksi
administrasi perpajakan berupa bunga yang diatur dalam Pasal 37A Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007).
Undang-Undang KUP Tahun 2008
memberikan kewenangan kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk menghimpun data
perpajakan dan mewajibkan instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak
lainnya untuk memberikan data kepada Direktorat Jenderal Pajak. Ketentuan ini
memungkinkan Direktorat Jenderal Pajak mengetahui ketidakbenaran pemenuhan
kewajiban perpajakan yang telah dilaksanakan oleh masyarakat. Untuk
menghindarkan masyarakat dari pengenaan sanksi perpajakan yang timbul apabila
masyarakat tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya secara benar, Direktorat
Jenderal Pajak pada tahun 2008 ini memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada
masyarakat untuk mulai memenuhi kewajiban perpaja kan secara sukarela dan
melaksana kannya dengan benar.
2.
Kelebihan Adanya Sunset Policy
Ø Meningkatkan penerimaan pajak tanpa menambah beban
pajak baru kepada masyarakat, dunia usaha, dan para pekerja dengan cara menarik
pajak yang selama ini belum atau dibayar
Ø Ketenangan bagi para wajib pajak yang mengikuti
pengampunan pajak karena track record penghasilanya yang kurang/tidak baik
dimasa lalu telah diputihkan
Ø Harapan akan dimulainya hubungan atau permulaan yang
baru
Ø Membantu memperbaiki citra negative yang selama ini
melekat pada aparat pajak
Ø Membantu transisi sistem perpajakan ke arah yang
lebih kuat, lebih adil dan lebih baik
3.
Kekurangan Adanya Sunset Policy
Ø Keringanan pajak dapat dinikmati oleh para wajib
pajak yang tidak patuh
Ø Wajib pajak yang jujur dapat merasa tidak
mendapatkan penghargaan atas kepatuhan dan kejujuranya
Ø Rasa keadilan antara pembayar pajak dapat dilanggar
Ø Dampak negative pada wajib pajak yang sudah patuh
Ø Dapat menurunkan kepatuhan wajib pajak paska
pengampunan pajak bila tidak dibarengi : peningkatan upaya penegakan hukum,
akurasi informasi mengenai daftar kekayaan wajib pajak
4.
Keuntungan Memanfaatkan Sunset Policy
Ø Penghapusan sanksi
bunga atas keterlambatan atau kekurangan pembayaran
pajak.
Ø Penghentian pemeriksaan pajak, jika belum diterbitkan SPHP.
Ø Tidak dilakukan pemeriksaan pajak, kecuali terdapat data atau informasi
lain yang menyatakan bahwa SPT Tahunan PPh yang disampaikan tidak benar.
Ø Data dan/atau informasi yang tercantum dalam SPT Pembetulan tidak dapat
digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak lainnya.
5. Latar Belakang adanya Sunset Policy
Undang-Undang KUP Tahun 2008 memberikan
kewenangan kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk menghimpun data perpajakan
dan mewajibkan instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak lainnya untuk
memberikan data kepada Direktorat Jenderal Pajak. Ketentuan ini memungkinkan
Direktorat Jenderal Pajak mengetahui ketidakbenaran pemenuhan kewajiban
perpajakan yang telah dilaksanakan oleh masyarakat. Untuk menghindarkan
masyarakat dari pengenaan sanksi perpajakan yang timbul apabila masyarakat
tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya secara benar, Direktorat Jenderal
Pajak di tahun 2008 ini memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat
untuk mulai memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela dan melaksanakannya
dengan benar.
Selain uraian diatas juga ada latar
belakang sunset policy yaitu Sebagai sarana pengakuan “dosa” masa lalu.Untuk
membuka lembaran baru dengan semangat untuk berubah, jujur, transparan dan
akuntabel. Wewenang DJP untuk mengakses data dan informasi dari instansi
pemerintah maupun pihak lain, sehingga DJP mampu mendeteksi ketidakbenaran
pembayaran pajak yang dilakukan oleh WP.Penerapan UU No.28 Tahun 2007 tentang
KUP dan UU No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
6. Pemanfaatan
Sunset Policy
Yang dapat memanfaatkan Sunset Policy
adalah:
Ø Orang Pribadi yang belum memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP), yang dalam tahun 2008 secara sukarela mendaftarkan
diri untuk memperoleh NPWP dan menyampaikan SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak
2007 dan tahun-tahun pajak sebelumnya paling lambat 31 Maret 2009.
Ø Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan
yang telah memiliki NPWP seklum tahun 2008, yang menyampaikan pembetulan SPT
Tahunan PPh Tahun Pajak 2006 dan tahun-tahun pajak sebelumnya untuk melaporkan
penghasilan yang belum diperhitungkan dalam pelaporan SPT Tahunan PPh yang
telah disampai kan
7. Usaha
Pemerintah Menangani Penyelewengan Tentang Sunset Policy
Ø Mengimplementasikan melalui
peraturan perundang-undangan yang praktis atau melalui prosedur administrasi
yang efisien untuk mengukum wajib pajak yang telah menyelewengkan pelaporannya
Ø Memperhatikan Data-data yang masuk
saat pendaftaran NPWP saat diadakanya Sunset Policy
Ø Memeriksa Langsung kepada
orang/tempat tinggal yang membayar Pajak untuk mengetahui kebenaran dari penyelewengan
Ø Membentuk Badan khusus yang
mengawasi, menangani masalah penyelewengan sunset policy
Ø Meningkatkan Pengawasan pada wajib
pajak saat membayar atau melaporkan pajak
Ø Mensosialisasikan Pada pegawai pajak
khususnya bagian yang menangani penerimaan pelaporan SPT atau pajak lainya agar
lebih memperhatikan, menghitung kembali pajak wajib pajak yang membayar.
8. Sistem
pemungutan yang sesuai diadakan di Indonesia
Bagaimana sistem pemungutan pajak di Indonesia, apakah
menggunakan sistem pemungutan PPh Self asessment atau withholding system?
Sebab ada beberapa perusahaan yang
berperan sebagai wajib pungut atau wajib potong, yang mana berarti perusahaan
berperan sebagai pihak ketiga yang memiliki wewenang untuk menentukan besarnya
pajak yang terutang oleh WP, memotong dan melaporkan PPh. Bukankah itu
merupakan dari withholding system. Sedangkan karyawan atau pegawai diwajibkan
untuk mengisi SPT, yang mana berarti karyawan atau pegawai menghitung, menyetor
dan melaporkan PPh terutang sendiri tanpa melalui pihak ketiga atau fiskus, dan
ini merupakan ciri dari self assessment system.
Sistem pemungutan pajak, terbagi atas :
1.
Official Assessment System:
Pemerintah (Fiskus) yang mempunyai wewenang untuk menentukan besarnya pajak
terhutang. Artinya Wajib Pajak bersifat pasif karena utang pajak baru timbul
setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
2.
Self Assessment system: Wajib Pajak
bersikap aktif karena diberikan wewenang oleh fiskus untuk menghitung, menyetor
atau membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar atau
terhutang. Fiskus hanya mengawasi.
3.
Witholding tax system: Pihak ketiga
(pemberi penghasilan) diberikan wewenang oleh fiskus untuk melakukan pemungutan
dan atau pemotongan pajak kepada pihak lain yang menerima penghasilan, sebesar
jumlah pajak yang terhutang.
Di Indonesia, menerapkan ketiga
sistem tersebut :
Official assessment, sistem
diterapkan dalam hal pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dimana KPP akan
mengeluarkan surat ketetapan pajak mengenai besarnya PBB yang terhutang setiap
tahun. Jadi wajib pajak tidak perlu menghitung sendiri, tapi cukup membayar PBB
berdasarkan Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT) yang dikeluarkan oleh KPP
dimana tempat objek pajak tersebut terdaftar.
Self assessment, sistem contohnya diterapkan dalam
penyampaian SPT Tahunan PPh (baik untuk Wajib Pajak Badan maupun Wajib Pajak
Orang Pribadi), dan SPT Masa PPN.
Withholding tax sistem, diterapkan dalam mekanisme pemotongan / pemungutan sesuai
PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Final Pasal 4 Ayat
(2), PPh Pasal 15, dan PPN. Sebagai bukti atas pelunasan pajak ini biasanya
berupa bukti potong atau bukti pungut. Dalam kasus tertentu ada juga yang
berupa Surat Setoran Pajak (SSP). Bukti-bukti pemotongan ini nanti dilampirkan
dalam SPT Tahunan PPh/SPT Masa PPN dari Wajib Pajak yang bersangkutan.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan mengenai penerapan sunset policy dalam meningkatkan kepatuhan wajib
pajak orang pribadi di KPP Jakarta Cilandak, maka pada bagian akhir dari
penelitian ini, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut.
Ø Penerapan sunset policy di KPP Jakarta Cilandak sudah cukup baik menurut persepsi wajib pajak orang pribadi.
Ø Kepatuhan formal
wajib pajak orang pribadi
di KPP Jakarta
Cilandak setelah adanya
kebijakan sunset policy cukup tinggi.
Ø Penerapan kebijakan
sunset policy memberikan dampak yang
signifikan terhadap kepatuhan
formal wajib pajak orang pribadi di KPP Jakarta Cilandak dengan arah positif.
Artinya semakin baik
penerapan sunset policy
akan meningkatkan kepatuhan
formal wajib pajak orang pribadi di KPP Jakarta Cilandak. Penerapan
sunset policy memberikandampak sebesar 49,3% dalam meningkatkan kepatuhan
formal wajib pajak orang pribadi di
KPP Jakarta Cilandak. Sedangkan sisanya
yaitu sebesar 50,7%
dijelaskan variabel lain di luar variabel penerapan kebijakan sunset
policy, seperti kemauan wajib pajak itu sendiri, compliance cost, kejelasan
peraturan perpajakan, dan sikap dari aparat pajak.
B. SARAN
dan KRITIK
Sunset Policy
mendapat respon yang
baik dari wajib
pajak. Mengingat penerimaan pajak
masih minim, maka
program Sunset Policy
dapat diadakan kembali
oleh pemerintah guna menambah
wajib pajak dan meningkatkan penerimaan pajak.
Ø Sebaiknya DJP mensosialisasikan
kebijakan-kebijakan seperti sunset policy
lebih baik lagi
Ø Agar wajib pajak patuh dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya seperti mendaftarkan diri, membayar tunggakan
pajak, mengembalikkan SPT maka sebaiknya DJP membuat peraturan pajak
yang lebih jelas
dan menerapkan sanksi
pajak dengan baik
agar menimbulkan efek jera bagi wajib pajak yang tidak patuh.
Ø Berhasil dikonfirmasikannya dampak
yang kuat dan signifikan tentang penerapan sunset policy dalam meningkatkan kepatuhan formal wajib
pajak, maka sebaiknya penerapan
sunset policy dapat
dijadikan salah satu
kebijakan perpajakan yang
mampu menarik minat wajib pajak
untuk menjalankan kewajiban pajaknya dengan baik.
Mau sumbernya dong kak
BalasHapusbeberapa saya baca di gramedia, dan itu sudah lama jadi saya lupa untuk masalah sumber dari mana...
Hapus